Kenapa UU TNI Ditolak? Bahaya Kalau Militer Kuasai Ranah Sipil

www.jejakkabar.com

Kenapa UU TNI Ditolak? Bahaya Kalau Militer Kuasai Ranah Sipil – Nggak usah jauh-jauh, lo pasti udah liat kan betapa ramainya protes soal revisi UU TNI belakangan ini. Intinya, banyak yang khawatir revisi ini bakal bikin militer punya kendali lebih besar di urusan sipil—yang sebenernya udah jelas-jelas bukan ranah mereka.

Tapi masalahnya, draf resminya malah ghosting! Draf yang sempet ada di situs DPR tiba-tiba ilang, dan orang-orang yang kritik malah dituduh nyebar hoax. Lah, wong ahli aja pada bilang ini berbahaya, kok malah dikit-dikit dianggap ngarang?

Nah, biar lo paham betapa seremnya kalau militer main di ranah sipil, gue bakal kasih contoh nyata dari negara lain. Dari Myanmar sampe Korsel, ceritanya mirip: awalnya sweet promise, endingnya malah jadi nightmare.

Militer vs Sipil: Kenapa Harus Dipisah?

Sebelum masuk ke contoh, lo perlu tau dulu alasan mendasar kenapa militer dan sipil harus strictly separated. Menurut Made Supriatma (peneliti ICAS), militer tuh gak bisa demokratis—sistemnya hierarkis, semua serba harus nurut atasan.

Bayangin aja:

  • Di militer: Lo disuruh push-up 100x, lo harus jalanin, titik. Nggak ada debat.
  • Di sipil: Kebijakan harus lewat diskusi, dengar suara rakyat, bukan asal komando.

Nah, masalahnya, militer juga punya senjata dan alat pertahanan. Kalau mereka masuk ke ranah sipil trus bawa mindset “perintah = wajib dilaksanakan”, gimana? Apa jaminan mereka gak bakal pake senjata buat “ngatur” yang nggak setuju?

Belum lagi, ini soal keadilan. Kalau militer bisa nyerobot jabatan sipil, sedangkan rakyat biasa harus berjuang dari bawah, ya nggak fair dong!

Contoh Negara yang Hancur Gara-gara Junta Militer

1. Myanmar: Kudeta & Pembungkaman Brutal

Myanmar tuh poster child buat bahaya junta militer. Awal 2021, militer Myanmar (Tatmadaw) kudeta pemerintahan sipil dengan alasan “pemilu 2020 curang”. Padahal, ya karena partai pro-militer kalah telak.

Apa yang terjadi setelah kudeta?

  • Tokoh politik (kayak Aung San Suu Kyi) ditangkep.
  • Internet & perbankan dimatikan buat bungkam protes.
  • Demo dihadapi pakai senjata. Puluhan demonstran tewas, termasuk anak-anak.

Dulu junta bilang cuma mau “sementara memimpin”, eh taun 2025 ini mereka masih berkuasa. Business as usual, lah.

2. Thailand: “Sementara” yang Jadi 9 Tahun

Mirip Myanmar, militer Thailand (dipimpin Prayut Chan-o-cha) kudeta tahun 2014 dengan dalih “kondisi darurat”. Janjinya? “Cuma sementara, kok!“.

Nyatanya?

  • Prayut jadi PM selama 9 tahun.
  • Media dikekang, demo ditindak paksa.
  • Sampai sekarang, bayang-bayang militer masih kuat meski udah balik ke sipil.

Fun fact: Di Thailand, kritik ke raja atau militer bisa bikin lo hilang.

3. Korsel: Sukses Ekonomi, Tapi Otoriter

Korsel pernah jadi korban dua kali junta militer: di era Park Chung-hee (1961) dan Chun Doo-hwan (1980).

Park Chung-hee emgang bawa Korsel jadi raksasa industri, tapi:

  • Anti kritik: Lawan politik dibungkam, mahasiswa diawasi tentara.
  • Aturan dipelintir biar bisa ngejabat seumur hidup.

Giliran Chun Doo-hwan, malah lebih parah:

  • Peristiwa Gwangju: Militer bantai demonstran pakai helikopter & tank.

Lesson learned: Mau ekonomi bagus tapi hak dasar dikorbankan? Nggak worth it!

4. Chili: Kudeta Berdarah Pinochet

Tahun 1973, Augusto Pinochet kudeta pemerintahan sosialis Chili dengan dukungan AS. Awalnya dia janjiin stabilitas, eh malah:

  • Partai politik dibubarin.
  • Stadion nasional jadi penjara buat tahanan politik.
  • Ekonomi malah anjlok, kemiskinan merajalela.

Bonus: Ribuan orang “dihilangkan” karena beda pendapat.

Lalu, Haruskah Kita Khawatir?

Dari contoh di atas, pola junta militer tuh selalu sama:

  1. Klaim “darurat” buat legitimasi kudeta.
  2. Janji “sementara”, tapi malah eternal.
  3. Senjata dipakai buat bungkam kritik.

Di Indonesia, UU TNI yang diperluas bisa jadi pintu masuk militer ke ranah sipil. Meski kecil kemungkinan jadi kudeta, tapi kita harus waspada. Sejarah udah buktiin, begitu militer pegang kendali, susah balik lagi.

Jangan Sampai Kecolongan

Gue sih berharap kekhawatiran ini nggak terbukti. Tapi, nggak ada salahnya prepare for the worst. Jangan sampe kita santai-santai, eh tau-tau kejadian.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *