Ekspektasi vs Realita 100 Hari Pemerintahan Prabowo

https://jejakkabar.com/

Ekspektasi vs Realita 100 Hari Pemerintahan Prabowo –  Oke, kita langsung aja ya. 100 hari pertama pemerintahan itu ibarat masa honeymoon buat pasangan baru nikah. Kalau di awal aja udah banyak drama, bisa diprediksi gimana ke depannya, kan? Nah, ini yang mau kita bahas. Udah 100 hari sejak Prabowo dan Gibran resmi menjabat, dan saatnya kita lihat: udah sejauh mana mereka menepati janji atau masih sekadar wacana?

Ada survei singkat yang katanya tingkat kepuasan publik ke Pak Prabowo mencapai 80%, sementara Gibran 79,3%. Tapi apakah angka ini benar-benar mencerminkan realita di lapangan? Atau cuma angka-angka manis yang dikemas biar enak dilihat? Yuk, kita kupas satu per satu!

Honeymoon Period yang Bikin Deg-Degan

Kalau diibaratkan pacaran, 100 hari pertama ini kayak masa pendekatan sebelum masuk ke fase serius. Nah, masalahnya, dari awal aja udah kelihatan kalau kabinet pemerintahan Prabowo gemuk banget! Anggarannya juga gila-gilaan, 777 miliar, hampir dua kali lipat dari kabinet Jokowi sebelumnya. Nah, ini salah siapa? Apa murni keputusan Prabowo atau ada faktor lain?

Langkah Positif: Ada yang Bisa Dikasih Jempol?

Oke, kita coba fair dulu. Ada beberapa kebijakan yang memang patut diapresiasi:

  • Penghapusan utang UMKM – Di tengah ekonomi yang lagi berat, ini lumayan membantu biar UMKM bisa bangkit lagi.
  • Investasi asing meningkat – Kunjungan ke enam negara sukses bawa pulang investasi sebesar 18,5 miliar dolar.
  • Relasi internasional membaik – Indonesia bakal jadi ketua D8 untuk periode 2026-2027.
  • Kenaikan upah guru & upah minimum nasional – Ini jelas kabar baik buat tenaga kerja.
  • Harga tiket pesawat turun – Nggak bisa dipungkiri, ini bikin rakyat sedikit lega.

Tapi sayangnya, honeymoon nggak selamanya mulus. Banyak juga drama yang muncul di tengah jalan.

Ketika Realita Mulai Menampar

Kebijakan yang Setengah Matang

Beberapa program yang awalnya kelihatan manis ternyata eksekusinya berantakan:

  • Program Makan Siang Gratis – Harusnya menyasar 70 juta orang, tapi yang terealisasi baru 650.000 anak. Kok bisa?
  • Polemik PPN – Awalnya mau naik, terus jadi nggak, tapi terus ada drama lain.
  • Budget Cut 300 Triliun – Efisiensi itu penting, tapi kalau nggak dialihkan ke sektor yang lebih produktif, ya malah bikin makin kacau.

Gas LPG: Drama yang Bikin Pusing

Salah satu kebijakan yang bikin heboh adalah larangan pengecer jual LPG. Efeknya? Antrean gas LPG mengular, rakyat pada ngamuk, dan akhirnya kebijakan ini dicabut setelah 4 hari. Ini contoh nyata bagaimana kebijakan yang nggak matang bisa bikin kekacauan.

Pemberantasan Korupsi yang Melempem?

Awalnya, semangat pemberantasan korupsi kelihatan gahar. Tapi makin ke sini, banyak yang melihat kalau gebrakan awal itu mulai melemah. Banyak kasus yang menggantung, sementara janji-janji di awal mulai terasa hambar.

Janji vs Realita: Astaacita Cuma Jadi Wacana?

Di awal kampanye, Prabowo-Gibran bawa visi besar bernama Astaacita. Ini semacam peta jalan yang harusnya jadi pedoman pembangunan Indonesia ke depan. Tapi setelah 100 hari berlalu, seberapa jauh kita dari visi ini?

Beberapa poin besar dalam Astaacita:

  • Target pertumbuhan ekonomi 8% – Realitanya? Masih di angka 4-5%.
  • Ekonomi hijau – Masih jalan di tempat.
  • Kebijakan yang tidak konsisten – Dari gas LPG, PPN, sampai pemangkasan anggaran yang nggak jelas arahnya.

Bisa dibilang, banyak janji yang kelihatannya bagus di atas kertas, tapi pas masuk tahap eksekusi malah berantakan. Kenapa bisa gitu?

Problem Utama: Eksekusi vs Sistem yang Berantakan

Jujur aja, bikin strategi itu gampang. Nulis visi-misi juga tinggal catat di atas kertas. Tapi yang paling susah? Eksekusi.

Sehebat apapun visi Prabowo, kalau sistem di bawahnya nggak jalan, ya bakal kacau. Banyak orang di middle management yang masih nyaman dengan cara lama—korupsi, titip jabatan, dan kebiasaan nggak efisien.

Kalau ditanya siapa yang salah? Ya semua yang terlibat. Mulai dari eksekutor kebijakan, kementerian, sampai ring 1 dan ring 2 pemerintahan. Bukan cuma soal pemimpin tertinggi, tapi juga siapa yang mengelola anggaran dan membuat kebijakan.

Masih Ada Harapan?

Gue bukan mau nge-judge, tapi kalau 100 hari pertama ini jadi indikator, ke depannya bakal penuh tantangan. Masih ada waktu buat perbaikan, tapi itu butuh keberanian buat benerin sistem, bukan sekadar janji.

Jadi, apa kita bisa berharap lebih dari pemerintahan ini? Atau harus siap dengan kebijakan yang setengah matang? Coba komen di bawah, gua pengen tahu pendapat kalian!

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *